Jumat, 21 Januari 2011

Ahlan wa Sahlan ya Akhi..


“Subhanallah, belum pernah aku menemukan seorang ikhwan (laki-laki) sepertimu. Semoga Allah selalu menjagamu.” Lirih Zahra ketika melihat Arif berjuang keras mencari dana untuk acara Pesantren Kilat.
Menurut Zahra Althafunnisa, Arif adalah pemuda yang beda, boleh dibilang langka. Dia pandai, rajin, dan alim. Kepandaiannya tidak hanya dibidang ilmu eksak, tapi juga ilmu agama. Suaranya ketika mengumandangkan adzan atau tilawah Al-Qur’an sangat indah. Semua akhwat (perempuan) di sekolah mengaguminya, tak terkecuali Zahra. Namun Zahra telah berprinsip bahwa tidak akan berpacaran sebelum menikah. Oleh karena itu, Zahra selalu menjaga hijab (menjaga pandangan) dengan semua ikhwan, termasuk Arif.
Pemuda kedua yang membuat Zahra bingung adalah Michael. Michael beragama Kristen, namun dia banyak membaca buku Islam berbagai judul.
“Aku pernah bermimpi. Aku didatangi oleh seseorang berpakaian putih dan memakai peci, memberikanku Al-Qur’an dan sarung. Di belakang orang itu, ada perempuan berjilbab rapi dan terus berkata Allah, Allah, Allah. Saat aku hendak mencari kebenaran, kakekku melarang.” Cerita Michael kepada Arif.
* * *
“Baiklah, kita tutup kajian ini dengan membaca doa Kifaratul Majelis (Doa penutup).” Ucap pembicara kajian. “ Insya Allah kita bertemu lagi minggu depan. Wassalamualaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Jawab Arif dan seluruh peserta kajian di SMA 16.
Arif keluar masjid dan nampaknya ia belum melihat Zahra di kajian. Padahal sudah tiga kali kajian. Arif pun mulai bertanya tanya. Lalu dia mengirim pesan singkat (SMS) ke Zahra.
Asslm.
knp sdh 3 hari ini anti tdk dtng ke kajian?

Zahra kaget, kenapa sudah seminggu ini Arif menjadi aneh. Dia selalu menunjukkan sikap yang berlebihan. Dan sekarang, malah mengirim SMS. Zahra pun membalas dengan singkat.

Wa’alaikumslm.
Aq pndah kajian. Syukron jzk.
Arif membalas,
Knp?? Bukannya anti bilang klo anti suka dgn cara pmbicarany mnympaikn materi?? Knp pindah??

Zahra membalas,
Biar dkt rumah. Af1 sbntr lg adzan ashar, sbaikny kamu shalat.
Wasslm.
* * *
Pagi hari di sekolah, Zahra menemukan selembar kertas berisi materi kajian lanjutan setelah ia pindah. Di bagian bawah tertulis nama Arif.
Minggu berikutnya, Zahra menemukan lagi kertas itu. Terus menerus sampai enam minggu. Awalnya ia merasa biasa, karena di kertas itu hanya berisi materi saja dan itu wajar serta tidak berlebihan. Namun, lama kelamaan Arif menambahkan sesuatu di kertas itu. Seperti pertanyaan ataupun pernyataan yang menurutnya berlebihan. Akhirnya, Zahra memutuskan untuk bicara dengan Arif.
“Arif, aku mau ngomong sama kamu.” Kata Zahra seraya menundukkan pandangan.
“ ‘ala riskika (ada apa) ?”
“Aku minta kamu hentikan sekarang juga kiriman kajian itu.”
“Lho, kenapa?”
“Menurut aku, itu udah berlebihan”
“Berlebihan gimana maksud anti (kamu)?”
“Lembaran di kajian itu menjadi lebih banyak pertanyaan dan pernyataan kamu dibandingkan materi kajiannya.”
“Oh, itu karena ana (saya) suka diskusi sama anti”
“Apa menanyakan sudah sarapan itu diskusi?”
“Hmm..”
“Itu nggak wajar. Kita tahu itu. Maka sebaiknya kita hentikan.”
“Tapi,..”
“Afwan (maaf), Assalamualaikum.”
“Tunggu ukh, ana juga nggak tahu kenapa sebenernya ana ngelakuin itu. Kayak ada perasaan yang nyuruh ana ngelakuin itu.”
“Wah, itu sudah setan Rif, harusnya kamu tahu itu.”
“Tapi ukh..”
“Begini. Kita sama-sama sudah tahu apa itu VMJ (Virus Merah Jambu/Pacaran), dan aku nggak menampik kemungkinan kalo kita bakal terjerat itu. Jadi sebaiknya kalo nggak ada hal yang penting, mendingan kita nggak usah ketemu atau ngobrol.”
“Iya. Afwan jiddan (maaf banget) atas sikap ana selama ini.”
Itulah percakapan terakhir antara Zahra dan Arif, setelah kejadian itu mereka tidak pernah saling berbicara dan terkesan seperti orang marahan.
* * *
Setahun kemudian, mereka lulus dari SMA 16 dan melanjutkan jalan hidup masing-masing. Zahra masuk STIS, dan Arif masuk Tekhnik Informatika ITB. Sekarang, Zahra sudah lulus dari STIS dan sedang menjalani dinas di BPS Bandung. Sementara Arif masih duduk di semester akhir Tekhnik Informatika ITB.
“Ra, sabtu ini ada acara nggak?” Tanya Via teman kerja Zahra di BPS Bandung.
“Ada. Kan aku ada kajian di Masjid Raya Bandung.”
“Oh iya, sayang banget. Padahal kita udah hampir satu tahun di Bandung, tapi belum pernah pergi kemana-mana.”
“Maaf yah, kan kamu tahu sendiri kalo hari sabtu aku nggak bisa. Gimana kalo hari minggu? Tapi emangnya kita mau kemana sih?”
“Gue pengen nyobain kuliner di Bandung, apalagi yang di depan kampus ITB, katanya ma’nyoos gitu..”
“Yaudah, kita ketemu hari minggu jam 11 di halte depan kampus ITB”
“Oke. Don’t be late yaa..”
“Insya Allah, Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
* * *
Sabtu, pukul sembilan pagi Zahra sudah sampai di Masjid Raya Bandung. Tidak seperti biasanya, masjid sepi. Lalu Zahra memutuskan untuk melaksanakan shalat Dhuha. Setelah selesai, ia kemudian membaca Al-Qur’an. Tiba-tiba, ada seorang ikhwan berperawakan tinggi memakai baju koko biru dan peci biru menghampiri Zahra yang masih asyik dengan tilawahnya. Suara indah Zahra terdengar hingga ke telinga si ikhwan. Sempat sesaat si ikhwan terpesona, namun dengan segera ia kembali bisa menguasai dirinya.
“Assalamualaikum” salam si ikhwan kepada Zahra.
“Wa’alaikumsalam, Astaghfirullah.. Afwan, ini daerah akhwat, kenapa kamu…” Jawab Zahra kaget.
“Iya. Ana tahu. Afwan juga sebelumnya kalau mengagetkan antum (kamu). Ana kesini untuk memberitahu antum bahwa masjid akan dibersihkan untuk dipakai kajian. Sebaiknya antum lebih bergeser ke belakang. Afwan”
“Oh iya. Afwan, bukannya kajian dimulai dari jam sembilan tadi?”
“Jadwal berubah, sekarang kajian dimulai jam sebelas. Antum ikut kajian juga?”
“Iya. Oh iya, apa kamu pengurus masjid?”
“Iya. Permisi. Assalamualailkum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Zahra sempat melihat wajah si ikhwan itu, setelah dari tadi mereka berdua sama-sama menundukkan pandangan. Lima belas menit kemudian kajian dimulai. Pengisi materi bernama Muhammad Fadillah, lulusan Sastra Arab di Mesir tujuh bulan yang lalu. Sekarang Beliaulah pengganti ustadz Zulkifli yang sangat difavoritkan Zahra.
“Ra, gossip yang beredar, ustadz Fadil tuh ganteng banget lho..” UcapVia yang ternyata juga hadir di kajian.
“Apaan sih Vi, nggak boleh ngegosip di masjid.” Jawab Zahra.
Awalnya Zahra sempat kecewa karena ustadz Zulkifli diganti. Tapi ternyata ustadz Fadillah yang akrab disapa Fadil memiliki kemampuan berdakwah yang bagus. Suaranya saat tilawah sangat indah. Subhanallah.”
* * *
Minggu pukul sebelas Zahra sudah sampai di halte, namun tanda tanda kedatangan Via belum nampak. Hari itu, halte cukup ramai. Tiba-tiba terdengar ringtone handphone.

Majulah wahai mujahid muda, dalam satu…

“Assalamualaikum. Iya, ana udah nyampe. Antum dimana? Oke. Wassalamualaikum” Ucap pemuda yang berdiri beberapa meter dari tempat Zahra berdiri.
Ringtone handphone itu mengingatkannya kepada seseorang yang juga memakai ringtone yang sama saat SMA. Tiba-tiba terdengar kembali suara ringtone handphone, ternyata kali ini handphone Zahra.

Mengarungi samudera kehidupan, kita ibarat para pengembara..

“Assalamualaikum, dimana Vi?” Tanya Zahra kepada Via diujung telepon.
“Wa’alaikumsalam. Bentar yah Ra, gue masih di lampu merah, macet banget.” “Ya udah, nggak apa apa. Hati hati.. Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumussalam”
Tiba-tiba, kedua handphone mereka berbunyi. Mereka berdua kaget, dan saling bertatapan. Sementara ringtone mereka terus berdering kencang. Beberapa saat kemudian, mereka tersadar. Lalu mengangkat telepon masing-masing. Setelah selesai menjawab telepon, pemuda itu menghampiri Zahra.
“Zahra ya?” Mereka berdua kembali bertatapan, dan kemudian menundukkan pandangan.
“Iya. Subhanallah, Arif??”
“Iya. Kaif hal (Bagaimana kabarmu)?”
“Ana bi khair. Wa anta kaif. (Saya baik. Dan kamu bagaimana)?”
“Alhamdulillah bi khair (Alhamdulillah, saya baik). Harusnya dari tadi ana sudah tahu kalau itu antum.”
“Kenapa?”
“Itu ringtone yang dulu waktu SMA antum pakai kan??”
“Iya. Kamu juga kan?”
“Iya. Antum sedang apa disini?”
“Menunggu teman. Kamu sendiri?”
“Antum pasti kaget kalo ana ceritakan.”
“Memang ada apa?”
“Ana sedang menunggu Michael, masih ingat?”
“Michael?? Hmm.. iyah.”
Lalu ada seseorang berpakaian putih dan memakai peci menghampiri Arif, mereka lalu bersalaman. Zahra sempat melihat sedikit wajah pemuda itu, ternyata itu pemuda yang ia temui di masjid kemarin. Ia berpikir, apa mungkin ia Michael. Tiba-tiba..
“Ra, ini ustadz Muhammad Fadillah.” Ucap Arif.
“Assalamualaikum.” Sapa Fadil ke Zahra.
“Wa’alaikumussalam. Saya Zahra teman SMA Arif.” Jawab Zahra kaget dan bingung. “Kamu pengisi kajian di masjid raya?” Tanya Zahra ke Fadil.
“Iya.” Jawab Fadil.
“Ini ustadz Fadil yang dahulu bernama Michael. Fad, ini Zahra yang biasa dipanggil Ra, atau Ukhti Nisa.” Ucap Arif mengenalkan Fadil ke Zahra, dan Zahra ke Fadil.
“Apa? Subhanallah, ini Michael.” Zahra kaget.
“Iya. Ternyata anti ukhti Nisa, KOA SMA 16.” Jawab Fadil.
“Iya.” Jawab Zahra. “Ahlan wa Sahlan ya Akhi..(Selamat datang saudaraku..)” Lirihnya dalam hati.
* * *
Satu bulan kemudian, Zahra menerima dua proposal Lamaran yang diberikan kedua orangtuanya. Isinya adalah biodata dari dua orang yang ia kenal. Arif Rahman dan Muhammad Fadillah. Kedua pemuda itu mengajaknya menikah. Zahra berada dalam kebimbangan.
“Pilihlah yang terbaik untukmu nak, ibu selalu mendukungmu.” Nasehat ibu Zahra.
“Bismillah hirrohman nirrohim.. Insya Allah, Zahra memilih Muhammad Fadillah.” Jawabnya. “Ya Allah, jika aku jatuh cinta, berikanlah cintaku ini pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu. Agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu. Dan berikanlah rinduku ini, pada seseorang yang merindukan syahid di jalan-mu.. Amin..” Doanya dalam hati.

-sdcahyaningsih
21 Januari 2011

0 komentar:

Posting Komentar