Selasa, 22 Mei 2018

Tiga Visi Keluarga Surga

Kajian Ramadhan DKM Asy Syifa

RS Pusat Otak Nasional

 

Oleh: Ust. Dr. Wido Supraha (Komisi Ukhuwah MUI Pusat)

 

Di hari kelima Ramadhan 1439 H, mengapa tema kajian yang dipilih adalah tentang keluarga? Adakah kaitan antara keluarga dengan puasa / bulan ramadhan?

 Mari kita lihat QS Al Baqarah ayat 187:

“Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”

Pada ayat tersebut tidak hanya menerangkan tentang puasa, namun juga tentang keluarga. Riwayat pada zaman dahulu ternyata tidak diperbolehkannya melakukan hubungan suami istri pada bulan ramadhan. Hingga kemudian Allah swt menurunkan ayat ini:

“Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu..”

Dan di ayat berikutnya,

“... Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”

Istri adalah pakaian bagi suami , begitu juga sebaliknya suami adalah pakaian bagi istri. Pakaian berarti sebagai penutup aurat, melindungi dari panas dan hujan, juga perhiasan dan kehormatan. Maka, suami adalah pelengkap bagi kekurangan-kekurangan istri. Itulah sebabnya dikatakan menikah adalah penggenapan separuh agama.

Kemudian ayat selanjutnya,

“Tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, ketika kamu beritikaf dalam masjid.”

Jadi, malam ke 1 sampai malam ke 20 diperbolehkan berhubungan suami istri, berikhtiar untuk mendapatkan anak namun dianjurkan agar pada malam ke 21 dan seterusnya diharapkan fokus ke ibadah yaitu beritikaf mencari lailatul qadr.

 

 

Tiga Visi Keluarga Surga

1. Imam (Pemimpin) bagi orang-orang bertakwa

 “Dan orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” QS Al Furqan ayat 74

2. Melahirkan keluarga yang mencintai ilmu dan adab serta menjaga keluarga dari api neraka

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka  yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” QS At Tahrim ayat 6

3. Seluruh keluarga dan keturunan berkumpul di surga

“ Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” QS At Tur ayat 21

“ (Yaitu) orang-orang yang berdoa , “Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka, (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar.” QS Ali Imran ayat 16-17

“dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).”  QS Az Zariyat ayat 18

Kedua ayat diatas berbicara tentang waktu sahur yang sangat dianjurkan untuk banyak beristifghfar dan melakukan dialog iman dengan keluarga. Jangan sampai waktu yang berharga tersebut diisi dengan kegiatan sia-sia seperti menonton acara televisi yang didalamnya tidak ada kebaikan.

Wallahu a’lam bishshawwab.

 

Catatan seadanya dari hamba yang banyak kekhilafan. Ditulis ulang dengan sedikit penambahan kalimat, semoga tidak mengurangi atau melebihkan dari yang ustadz sampaikan. Materi yang sangat bagus, nggak nyesel dateng ke kajian kemarin. Sayang cuma sebentar. Di share di blog supaya suatu hari nanti saya dan keluarga bisa membacanya kembali. Semakin menguatkan visi berkeluarga. Kewajiban Ayah dan Bunda adalah menghadirkan generasi terbaik. Semoga Allah berkenan menjadikan saya seorang istri dan seorang ibu dan mewujudkan keluarga surga. Allahumma aamiin

 

“Selama perjalanan menuju pernikahan, tidak ada bekal yang lebih penting untuk engkau persiapkan melebihi niat dan ilmu” Mohammad Fauzil Adhim

Jumat, 04 Mei 2018

Rasa


“Ketika ada rasa yang mulai bertunas, seharusnya saat itu juga dipagari dengan ma'rifatullah, dipancang dengan quwatusshillah billah. Agar tunas itu mekar,tumbuh kuat dan berakar nanti saja, pada waktu yang tepat, pada orang yang tepat...”

Kamukah orang itu?
Yang kupercayai sebagai tempat tunas ini mekar, tumbuh kuat dan berakar?

Kapankah waktu itu?
Apakah sesaat setelah tangan mu menjabat tangan ayah ku seraya akad itu terucap?

Maafkan diri ini bila tidak secara utuh dan matang menerapkan prinsip syariat. Ketika kakak mentor di SMA mengatakan bahwa pacaran itu haram dan ada banyak batas hubungan antara laki-laki dan perempuan, aku langsung mengambil sikap dengan berprinsip bahwa aku akan menjaga jarak dengan sosok bernama laki-laki dan menutup hatiku rapat-rapat. Tidak pernah aku bersikap lembut apalagi manis kepada mereka. Bukankah fitnah terbesar bagi laki-laki adalah kaum wanita? Maka pikirku, wanita memegang peran besar dalam terwujudnya fitnah tersebut. Jadi, tidak ada suara mendayu, wajah ramah, apalagi kedekatan secara fisik terhadap mereka. Tak elak aku menyandang predikat 3 tahun berturut-turut sebagai si jutek. Tak apalah, toh aku punya alasan atas sikapku. Menyimpan kelembutan dan senyum termanis ini hanya pada waktu yang tepat, orang yang tepat...

Tetapi kemudian aku tersadar. Saat aku merasa inilah waktunya membuka pintu hati yang sudah lama tertutup ini, aku kesulitan menemukan kuncinya. Dan pintu ini susah sekali untuk dibuka. Sikapku terlalu cuek terhadap dia -makhluk laki-laki- yang hanya sekedar mendekat kepadaku dan rasa canggung menyelimuti diriku bagaimana harus bersikap kepadanya.
Aku tidak tahu caranya!

Jadi, untukmu yang datang kepada ayahku, aku memohon pengertian mu terhadap diri ini yang masih belajar bagaimana bersikap kepada sosok yang masih asing bagi diri ini. Namun kau tak perlu meragu, karena aku akan seutuhnya mencintai mu karena Allah...