Rasulullah saw. pernah memberikan gambaran karakter seorang wanita shalehah, sekaligus istri yang layak dicintai melalui kisah berikut:
Kisah bermula ketika Rasul mengunjungi putrinya, Fatimah Az-Zahra r.a. yang terlihat kepayahan mengurusi keperluan rumah tangganya. Saat itu, Fatimah meminta kesediaan Rasul untuk meringankan pekerjaannya dengan memberikan seorang hamba sahaya. Tetapi, Rasulullah saw. tidak berkenan memberikannya hamba sahaya, beliau malah mendoakan kebaikan bagi Fatimah, sambil menyatakan bahwa istri yang mengurusi keperluan rumah tangganya sebagaimana karakter seorang wanita dalam Islam, yaitu Ummu wa rabbatul bait yang akan mendatangkan keridhaan Allah Swt. Rasul juga memerintahkan Fatimah untuk mengunjungi rumah Fulanah binti Fulan yang dikatakan Rasul bahwa Fulanah itu adalah wanita shalihah calon penghuni surga, agar Fatimah bisa mengambil pelajaran dari kepribadian Fulanah.
Fatimah pun segera menunaikan perintah Rasul itu, sambil menggendong anaknya, Hasan bin Ali bi Abi Thalib r.a. Sesampainya di rumah Fulanah binti Fulan, Fatimah pun mengucap salam, sambil mengetuk pintu. Setelah salamnya terjawab, Fatimah meminta izin yang punya rumah untuk masuk. Tetapi, Fulanah binti Fulan sama sekali tidak mengizinkannya. Ketika Fatimah menanyakan alasannya, Fulanah menjawab, "Engkau datang bersama anak lelakimu, dan sesungguhnya suamiku tidak berkenan kalau ada rajul ajnabi (lelaki asing) di rumahnya, selagi dia tidak ada dirumah."
"Tetapi bukankah Hasan masih kecil dan belum baligh?" tanya Fatimah.
"Betul, Tetapi dia tetap rajul ajnabi bagi diriku. Aku pun harus bersifat amanah atas perintah suamiku."
Maka, kagumlah Fatimah atas pribadi mulia Fulanah binti Fulan itu. Dia pun kembali pulang ke rumahnya, dan menitipkan Hasan kepada Rasulullah saw. Kemudian Fatimah kembali ke rumah Fulanah binti Fulan untuk mengetahui keshalihan wanita yang dijanjikan Rasul sebagai calon penghuni surga tersebut.
Setelah diizinkan masuk ke dalam rumah Fulanah binti Fulan, Fatimah kagum melihat kesibukan Fulanah dalam mengurusi keperluan rumah tangganya. Kemudian, putri Rasulullah saw tertegun melihat di meja makan Fulanah telah tersedia makanan hangat, minuman segar, dan... sebuah cambuk! Fatimah memahami untuk apa makanan dan minuman itu dihidangkan. Tetapi, untuk apakah cambuk disediakan di atas meja makan?
Saking penasaran atas apa yang dilihatnya, Fatimah segera menanyakan hal itu kepada tuan rumah. Fulanah binti Fulan hanya tersenyum, kemudian menjelaskan bahwa makanan, minuman, sekaligus cambuk itu disediakan untuk suaminya. Kalau seandainya suaminya itu tidak ridha atas bakti dan pelayanannya sebagai istri, maka ia bersedia untuk dicambuk demi menebus ketidakridhaannya itu. Fulanah juga menyatakan bahwa dia sungguh berharap keridhaan suaminya, karena keridhaan suami adalah keridhaan Allah Swt.
Maka, semakin kagumlah Fatimah Az-Zahra r.a atas kualitas keshalihan Fulanah binti Fulan yag dikatakan Rasulullah sebagai calon penghuni surga itu. Fatimah juga membenarkan apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, bahwa sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah, semulia-mulianya manusia adalah yang paling bertakwa, dan sebaik-baik wanita adalah yang paling pintar menyenangkan hati suaminya.
Dikutip dari buku: On Being Great Lover, Menjadi Istri yang Layak Dicintai