Judul Praktikum : Isolasi simplisia dan Uji identifikasi senyawa simplisia
Tujuan : Mengetahui kandungan senyawa aktif dalam simplisia rimpang temu giring melalui proses isolasi
A. Tinjauan Pustaka
2.1 Isolasi
Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan mengandung ribuan senyawa yang dikategorikan sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami ini mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena senyawa metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Antara lain manfaatnya dalam bidang pertanian, kesehatan dan pangan.
Teknik-teknik Isolasi :
Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia dari bahan alam hayati pada dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam proses industri. Senyawa bahan alam hasil proses metabolit sekunder pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil, maka metode-metode dalam proses industri tersebut tidak dapat digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka metode umum dalam isolasi senyawa metabolit sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel terbatas dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai dengan maksud tersebut.
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu senyawa yang lebih dominan dan salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.
2.2 Uraian Tumbuhan
Temu giring banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan kecil atau peladangan dekat rumah penduduk, terutama di kawasan Jawa Timur. Kini, temu giring sudah banyak diusahakan oleh masyarakat sebagai tanaman apotik hidup, terutama di pulau Jawa. Penduduk Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat sudah mengusahakannya sebagai bahan jamu atau obat tradisional yang relatif menguntungkan.
2.2.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan temu giring adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma heyneana Val et van Zijp.
2.2.2 Nama Daerah
Jawa : Temu giring
Bali : Temu poh
2.2.3 Nama Asing
Inggris : Pale tumeric
2.2.4 Morfologi Tumbuhan
Temu giring merupakan suatu tumbuhan tahunan. Tumbuhan temu giring memiliki ketinggian mencapai 2 meter.
Batang temu giring berwarna hijau pucat dan tumbuh tegak yang tersusun atas banyak pelepah daun. Daunnya berbentuk lanset yang melebar. Helaian daunnya tipis, uratnya kelihatan dan berwarna hijau muda. Bunga temu giring muncul dari bagian samping batang semu. Pinggiran mahkota bunga berwarna merah. Bunga ini memiliki daun-daun pelindung yang berujung lancip. Musim bunga berlangsung dari bulan Agustus sampai bulan Mei tahun berikutnya, namun paling banyak dijumpai pada bulan September sampai Desember.
Rimpang temu giring tumbuh menyebar di sebelah kiri dan kanan batang secara memanjang sehingga terlihat kurus atau membengkok ke bawah. Secara kesuluruhan, rimpang temu giring umumnya tumbuh mengarah ke bawah dengan percabangan berbentuk persegi. Apabila rimpang dibelah, akan terlihat daging rimpang berwarna kuning, berbau khas temu giring. Rimpang bagian samping umumnya memiliki rasa lebih pahit.
Tanaman ini tumbuh pada daerah hingga ketinggian 750 m di atas permukaan laut. Temu giring dijumpai sebagai tanaman liar di hutan jati atau di halaman rumah, terutama di tempat yang teduh. Perbanyakan dilakukan dengan stek rimpang induk atau rimpang cabang yang bertunas.
2.2.5 Kandungan Kimia
Kandungan kimia rimpang temu giring antara lain minyak atsiri dengan komponen tanin dan kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksi-kurkumin dan bis-desmetoksi-kurkumin, pati, saponin, dan flavonoid.
2.2.6 Khasiat
Secara tradisional rimpang temu giring mempunyai beberapa khasiat antara lain sebagai obat luka, obat cacing, obat sakit perut, obat pelangsing, memperbaiki warna kulit, obat untuk mengatasi perasaan tidak tenang atau cemas, jantung berdebar-debar, haid tidak teratur, obat rematik, menambah nafsu makan, meningkatkan stamina, menghaluskan kulit, obat jerawat, obat cacar air dan obat batuk. Temu giring mengandung senyawa khas kurkumin yang dapat meningkatkan proliferasi sel T, sehingga kurkumin mempunyai prospek cukup baik untuk meningkatkan sistem imun.
Uraian Kimia
1. Alkaloida
Alkaloida merupakan senyawa organik yang bersifat basa, memiliki atom nitrogen dan pada umumnya memiliki aktivitas fisiologi. Pada dunia tumbuh-tumbuhan, alkaloida terdapat pada berbagai famili dan bangsa. Alkaloida ditemukan pada berbagai bagian dari tumbuhan seperti pada biji, buah, daun, batang dan akar.
Pereaksi yang umum untuk uji alkaloida adalah pereaksi Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (Kalium Merkuri Iodida), dan Dragendorff (Kalium Bismuth Iodida). Kebanyakan alkaloida berupa zat padat yang berbentuk kristal. Alkaloida biasanya tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit, sangat sukar larut dalam air, tetapi garamnya yang terbentuk dengan asam selalu mudah larut dalam air, Alkaloida bebas mudah larut dalam eter, kloroform dan pelarut lainnya yang bersifat non polar.
2. Saponin
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam.
3. Flavonoida
Flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mempunyai struktur dasar C6-C3-C6. Golongan terbesar flavonoida mempunyai cincin piral yang menghubungkan rantai karbonnya. Senyawa flavonoida selalu terdapat pada tumbuhan dalam bentuk glikosida dimana satu atau lebih gugus hidroksi fenol berikatan dengan gula. Gugus hidroksil selalu terdapat pada atom C 5 dan 7 pada cincin A dan juga pada atom C 3’, 4’ dan 5’ pada cincin B. Flavonoida berupa senyawa yang larut dalam air dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoida berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambahkan basa atau amonia. Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pada pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar UV dan spektrum sinar tampak. Flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida. Flavonoida merupakan senyawa golongan fenol alam bersifat antibakteri.
4. Tanin
Tanin merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Terdapat pada bagian tertentu dari tumbuhan, seperti daun, buah dan batang. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan, dan membentuk senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan garam besi.
5. Triterpenoida/Steroida
Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoida banyak terdapat pada tumbuhan dan hewan, dapat berada dalam bentuk bebas, maupun dalam bentuk glikosida. Triterpenoida berupa senyawa yang tidak berwarna dan berbentuk kristal. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru. Triterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpena sebenarnya, steroida, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan terakhir terutama terdapat sebagai glikosida. Steroida merupakan suatu senyawa yang mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren. Steroida memiliki berbagai aktivitas biologik.
B. Metode praktikum
3.1 Alat dan Bahan Praktikum
A. Alat:
1. Pisau/cutter
2. Tabung reaksi
3. Pipet
4. Kertas perkamen, spatel
5. Kertas saring
6. Corong
7. Waterbath
8. Timbangan
B. Bahan:
1. Rimpang temu Giring (Curcuma heyneana val.)
2. Aquadest
3. CHCl3
4. Metanol
5. Etanol
6. Amoniak
7. H2SO4 2N dan H2SO4 P
8. HCl dan HCl P
9. FeCl3
10. Logam Mg
11. Pereaksi Mayer
12. Pereaksi Bouchardat
13. Pasir
3.2 Prosedur Kerja Penelitian
Prosedur Kerja:
A. Pengumpulan simplisia
1. Pengumpulan simplisia Temu Giring (Curcuma heyneana val.)
2. Sortasi simplisia
3. Perajangan
4. Pengeringan.
B. Uji pendahuluan
1. Pemeriksaan alkaloid dengan cara Calvenor dan Fitzgerald
• 1 gram sampel segar dipotong halus, digerus dengan pasir secukupnya dan 1 ml CHCl3
• Tambahkan 1 ml amoniak, saring ke dalam tabung reaksi
• Tambahkan 5 tetes H2SO4 2N, kocok selama 1 menit. Diamkan
• Ambil lapisan asam dibagi dua :
1) Lapisan asam pertama ditambahkan pereaksi Mayer 2 tetes,
maka timbul endapan putih
2) Lapisan asam kedua tambahkan pereaksi Bouchardat 2 tetes, maka timbul endapan putih.
2. Pemeriksaan flavonoid
• 2 gram sampel ditambahkan 2 ml methanol, kemudian dipanaskan lalu disaring dalam keadaan panas dan pekatkan di waterbath
• Tambahkan HCl (pekat) dan logam Mg, hasil positif berwarna merah.
3. Pemeriksaan terpen/steroid, fenol, dan saponin
• 2 gram sampel ditambahkan 2 ml etanol kemudian dipanaskan selama 25 menit
• Saring dalam keadaan panas, kemudian filtrat diuapkan di waterbath sampai kering. Tambahkan 2 ml CHCl3
• Bagian yang tidak larut dalam kloroform tambahkan 1 ml aquadest
• Ambil 2 ml lapisan air:
1) lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kocok, jika terbentuk busa mantap dan tidak hilang selama 3 menit positif saponin
2) lapisan air ditambahkan 2 ml HCl dan 1-2 tetes FeCl3 jika terbentuk warna merah positif fenol
• Ambil lapisan kloroform, tambahkan pereaksi Bouchardat dan 2-3 tetes H2SO4 pekat maka akan terbentuk warna hijau sampai biru untuk terpen dna warna merah untuk steroid.
4. Pemeriksaan tanin
• 2 gram sampel ditambahkan 10 ml aquadest, dipanaskan di waterbath
• Saring dalam keadaan dingin, tambahkan FeCl3 akan terbentuk warna biru tua positif tanin.
C. Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1.1 Identifikasi Kandungan rimpang remugiring
E. Keterangan :
F. + = Mengandung senyawa tersebut
G. - = Tidak mengandung senyawa tersebut
Berdasarkan tabel 4.1.1 terlihat bahwa Rimpang Temugiring mengandung alkaloid, flavonoid dan steroid tetapi tidak mengandung saponin, terpen, dan tanin.
Berdasarkan tabel 4.1.1 terlihat bahwa rimpang temugiring mengandung alkaloid, flavonoid dan steroid tetapi tidak mengandung saponin, terpen, dan tanin. Untuk mengetahui apakah rimpang Temugiring mengandung 6 senyawa fitokimia tersebut kita harus melakukan uji identifikasi terlebih dahulu. Pertama adalah kandungan alkaloid, dimana rimpang temugiring segar bersama pasir digerus dan tambahkan CHCl3, kemudian basakan dengan ammonia dan tambahkan H2SO4 kemudian kocok sampai terbentuk dua lapisan asam, masing-masing lapisan ditambahkan pereaksi Mayer dan pereaksi Bouchardat. Berdasarkan hasil praktikum, Rimpang Temugiring mengandung alkaloid karena terbentuk endapan putih dengan pereaksi Meyer dan pereaksi Bouchardat. Namun pada literatur tidak disebutkan rimpang temugiring mengandung alkaloid.
Kedua pengujian flavonoid, rimpang temugiring ditambahkan etanol kemudian disaring, lalu tambahkan HCl Pekat dan Logam Magnesium. Berdasarkan hasil praktikum, rimpang temugiring mengandung flavonoid karena memberikan warna merah. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa rimpang temugiring mengandung flavonoid.
Ketiga pengujian terpen, steroid, fenol dan saponin. rimpang temugiring diekstrak dengan etanol kemudian ditambahkan kloroform dan air sehingga membentuk dua lapisan yang tidak bercampur yaitu lapisan air yang bersifat polar dan lapisan kloroform yang bersifat non polar. Maka saponin dan fenol akan terdapat pada lapisan air, sedangkan steroid dan terpen terdapat pada lapisan kloroform. Berdasarkan hasil praktikum, rimpang temugiring pada bagian lapisan air setelah dikocok tidak membentuk busa selama 3 menit yang menandakan bahwa rimpang temugiring tidak mengandung saponin. Begitu pula setelah ditambahkan FeCl3 tidak terbentuk warna merah yang menandakan bahwa rimpang temugiring tidak mengandung fenol. Selanjutnya pada bagian lapisan kloroform ditambahkan Liebermen Bouchardat, asam asetat anhidrat dan H2SO4 terbentuk warna merah yang menandakan bahwa rimpang temugiring mengandung steroid tetapi tidak mengandung terpen.
Keempat pengujian tanin, rimpang temugiring ditambahkan aqudest kemudian dikocok dan disaring setelah itu filtrat yang didapat ditambahkan FeCl3. Berdasarkan hasil praktikum, rimpang temugiring tidak mengandung tannin karena tidak memberikan warna biru tua.
Berdasarkan hasil praktikum terdapat ketidaksesuaian kandungan pada literatur. Hal ini disebabkan umur tanaman pada saat panen, waktu panen, lingkungan tumbuh tidak diketahui dan tidak terstandar.
H. Kesimpulan
Rimpang Temugiring mengandung alkaloid, flavonoid dan steroid
Daftar Pustaka:
Dari berbagai sumber