Mengambil ibrah dari kisah cinta seorang sahabat Rasulullah saw., Salman Al Farisi. Ia adalah mantan budak dari isfahan yang mencoba mencari kebenaran hingga akhirnya menemui Rasulullah dan masuk islam.
Suatu ketika terpikirlah oleh Salman untuk menggenapkan separuh agamanya, ia ingin mencari pendamping hidup, yang akan menjadi teman serta penyemangat dalam perjuangan. Saat itu, ternyata diam-diam menaruh perhatian pada seorang wanita anshar, namun ia tak berani melamarnya, sebagai seorang pendatang ia merasa asing di Madinah, ia tak tahu menahu tentang adat serta budaya arab terkait melamar wanita, tradisi mengkhitbah dan lain sebagainya.
Abu Darda' namanya, ia sahabat baik Salman Al Farisi, penduduk asli Madinah. Salman pun menyampaikan isi hatinya pada Abu Darda' kalau dia sedang tertarik dengan salah seorang wanita salehah dan bermaksud melamarnya untuk menjadi istri. Senyum sumringah tanda bahagia hadir di wajah Abu Darda', ia peluk sahabatnya itu dan ia pun bersedia membantu menemani Salman mengkhitbah wanita itu.
Salman pun mendatangi rumah sang gadis dengan ditemani Abu Darda'. Keduanya begitu gembira. Setiba di rumah wanita salehah tersebut, keduanya pun diterima baik oleh tuan rumah.
"Saya adalah Abu Darda' dan ini adalah saudara saya Salman dari Persia. Allah telah memuliakan Salman dengan Islam. Salman juga telah memuliakan Islam dengan jihad dan amalannya. Ia memiliki hubungan dekat dengan Rasulullah saw. Bahkan Rasulullah menganggapnya sebagai ahlu bait (keluarga) nya." Ujar Abu Darda' menggunakan dialek bahasa Arab setempat dengan sangat lancar dan fasih.
"Saya datang mewakili saudara saya, Salman, untuk melamar putri Anda," lanjut Abu Darda' kepada wali si wanita, menjelaskan maksud kedatangan mereka.
Mendengarnya, si tuan rumah merasa terhormat. Tentu saja, ia kedatangan dua orang sahabat Rasulullah yang utama. Salah satunya bahkan melamar putrinya. "Sebuah kehormatan bagi kami menerima sahabat Rasulullah yang mulia. Sebuah kehormatan pula bagi kami jika memiliki menantu dari kalangan sahabat." Ujar ayah si wanita.
Namun sang ayah tidaklah kemudian segera menerimanya. Seperti yang diajarkan Rasulullah, ia harus bertanya pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Meski yang datang adalah seorang sahabat Rasul, sang ayah tetap meminta persetujuan sang putri.
"Jawaban lamaran ini merupakan hak putri kami sepenuhnya. Oleh karena itu, saya serahkan kepada putri kami." Ujarnya kepada Abu Darda' dan Salman Al Farisi.
Sang tuan rumah pun kemudian memberikan isyarat kepada istri dan putrinya yang berada di balik hijab. Rupanya, putrinya telah menanti memberikan pendapatnya mengenai pria yang melamarnya. Mewakili sang putri, ibunya pun berkata, "Mohon maaf kami perlu berterus terang." Ujarnya membuat Salman dan Abu Darda' tegang menanti jawaban.
"Maaf atas keterusterangan kami. Putri kami menolak lamaran Salman." Jawab ibu si wanita yang tentu saja akan menghancurkan hati Salman. Namun Salman tegar.
Tak sampai disitu, sang ibunda melanjutkan jawaban putrinya, "Namun karena kalian berdualah yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab 'iya' jika Abu Darda' memiliki keinginan yang sama seperti Salman," kata ibu si wanita. Wanita yang Salman inginkan untuk menjadi istrinya, wanita yang karenanya ia meminta bantuan Abu Darda' untuk membantu pinangannya. Namun justru wanita itu memilih Abu Darda', yang hanya menemani Salman.
Sampai disini kita berhenti sejenak, coba bayangkan kira-kira apa yang dirasakan dan akan dilakukan oleh Salman Al Farisi?
Cemburu? Sakit hati? Atau mungkin merasa membawa orang yang salah sebagai pendamping?
Ternyata hal itu tidak terjadi pada Salman Al Farisi, hati beliau sangat luas dan sangat mulia untuk menerima hal ini. Ia memahami cinta adalah sebuah perwujudan bagaimana orang yang dicintainya bahagia walau ia tak bersama dengannya, ia mengikhlaskan jika ternyata wanita itu lebih bahagia bersama temannya, sahabatnya, saudaranya Abu Darda'.
Dengan ketegaran hati yang luar biasa, ia justru menjawab, "Allahu akbar!" Seru Salman girang.
Tak hanya itu, Salman justru menawarkan bantuan untuk pernikahan keduanya. Tanpa perasaan hati yang hancur, ia memberikan semua harta benda yang ia siapkan untuk menikahi si wanita itu. "Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan akan kuberikan semua kepada Abu Darda'. Aku juga akan menjadi saksi pernikahan kalian." Ujar Salman sengan kelapangan hati yang begitu hebat.
Begitulah seorang sahabat Rasul, Salman Al Farisi mengajarkan kita tentang cinta, memaknai cinta sebagai anugerah yang harus disyukuri, mengartikan cinta sebagai proses bagaimana menjaga serta melindungi.
Dikutip dari: Buku Jodohmu dekat, dia ada dalam dirimu. (Agus Ariwibowo & Fidayani)